Game Level 9 Day 8: Jalan-Jalan yuk...

by - 11:29:00 PM

Bismillah...

Pulang sholat maghrib dari masjid A langsung menghampiri saya untuk menceritakan pengalamannya saat disana. Ini biasa dilakukannya karena saat berada di masjid A biasa berinteraksi dengan anak-anak yang ia temui. Pernah saya tanyakan pada ayahnya apakah A bermain-main di masjid seperti layaknya anak-anak yang terkadang kami jumpai? Ayah menjawab tidak, dan saya percaya sekaligus berbaik sangka bahwa memang demikian adanya.

image source: pixabay

Kembali pada cerita A, rupanya ia ditanyai oleh salah satu temannya mengapa tak memiliki jam tangan yang saat ini sedang viral dikalangan anak-anak. Jam tangan yang bisa digunakan untuk menelepon. Sebenarnya menurut saya ini adalah obrolan yang wajar saja terjadi di antara anak-anak seusia A. Namun ada hal yang akhirnya membuat saya tak bisa menahan tawa.

Cara A menjawab pertanyaan temannya lah yang membuat tawa saya pecah. Dan seperti inilah dialog A dengan temannya tersebut.

"A, kamu udah punya jam *moo?"
"Belum..."
"Kenapa ga beli?"
"Buat apa? mending aku beli HP sekalian... layarnya gede, bisa nonton...lagian emang kamu tahu berapa harganya? Mahal lho..." Ini sudah mulai memancing tawa saya karena saya menebak A menjawab demikian agar temannya berhenti bertanya.
"Aku udah beli nih... ga mahal kok" sambil menunjukkan jam ditanganya.
"Berapa harganya?"
"Lima belas ribu..."
"Hah?? harga jam *moo itu sejuta, lebih malah.... kalo lima belas ribu bukan jam *moo, tapi s*lv*rqu*en" A berlalu meninggalkan temannya yang (menurut A) terdiam, bengong.

image source: pixabay
Saya yang mendengar cerita A tak ayal terpingkal-pingkal karena A menghubungkan antara jam tersebut dengan salah satu merk coklat yang diketahuinya.
"Kenapa A jawabnya gitu?" tanya saya sambil masih dengan sisa tawa.
"Habis dia pamer, Ma.. padahal umurnya baru lima tahun, kan harusnya belum boleh punya HP...!" A mengasosiasikan jam tersebut dengan HP karena bisa menjalankan fungsi menelepon dan berkirim pesan seperti layaknya HP. Bagian ini membuat saya bersyukur karena A tidak terpengaruh dengan provokasi dari temannya tersebut untuk ikut membeli jam yang tentu saja belum dibutuhkan oleh A. Kami sudah sepakat bahwa kepemilikan HP baru diizinkan ketika sudah memasuki usia setidaknya empat belas tahun. 

Saat saya menceritakan ulang kisah A pada ayah, ternyata ayah pun memiliki penggalan kisah tentang bagaimana A menolak ajakan sepupunya untuk jalan-jalan ke salah satu mall terbesar di kota kami yang (juga) sedang viral.

"E, ikut yuk... ke Tr*nsm*rt"
"Ga mau...!"
"Ayolaaah... izin gih ke ayah biar bisa ikut kakak...!" Masih berusaha merayu E agar mau ikut.
A yang mendengar percakapan E dan kakak sepupunya akhirnya menjawab.
"Kaak... kaak... ngapain sih ke sana, kalo mau jalan-jalan kami udah puas waktu kemaren ke T, B, sama J...!" Kalimat ini sukses membuat sepupunya mengalah dan berhenti merayu E. 
Jika dipikir-pikir memang benar jawaban A. Kami baru saja menghabiskan waktu untuk jalan-jalan jadi untuk apa jalan-jalan lagi. Lagi-lagi saya bersyukur A dan E tidak tergoda untuk sekedar ikut-ikutan membeli sesuatu atau mengunjungi suatu tempat saat semua orang melakukannnya.

image source: pixabay

Potongan adegan antara A dan temannya serta antara A dan sepupunya ini mengingatkan saya dengan kejadian di hari sebelumnya saat ia bertanya tentang cemilan justru karena ia sedang ingin mengungkapkan pendapat dan idenya. 

You May Also Like

0 komentar

Terimakasih sudah berkunjung, silahkan tinggalkan komentar positifnya ya...

Today's Quote

"Enjoy the little things in life, for one day you may look back and realize they were the big things"