Sejak kami menggunakan komposter untuk memanfaatkan sisa konsumsi organik di rumah, daun kering menjadi satu hal yang tak lagi kami buang sembarangan. Terkadang memungut daun kering justru menjadi permainan adu cepat bagi A dan E. Adu cepat mengumpulkannya, serta adu banyak hasilnya.

Khusus E, saya memperhatikan bahwa ia begitu bersemangat saat harus mengumpulkan daun kering, meremas atau menghancurkan, hingga kemudian memasukkannya ke dalam komposter.

Saat sedang jalan-jalan di pantai pun hal yang diperhatikan E ternyata lagi-lagi memperhatikan daun kering. 

"Wow... Banyak Ma daun keringnya"

"Iya E, banyak banget ya..."

"Bisa untuk komposter kita ya, Ma!"

Hari ini pun perhatian E kembali tertuju pada daun kering ketika ayah menebang pohon bidara yang telah mati di bagian  dahan atasnya. 

Saya kemudian mengingat beberaoa peristiwa. Bahwa E memang menunjukkan ketertarikan pada hal-hal yang berdekatan dengan alam. Tak cuma daun kering, E bisa berlama-lama memperhatikan batu, lalu memilah untuk kemudian dikumpulkannya. Kali lain E asyik memperhatikan daun putri malu yang ada di halaman rumah. 

Saat A sedang mempelajari asal usul kain sutra, E pula yang begitu serius memperhatikan siklus hidup ulat sutera.

"E, ada banyak nih daun keringnya" ujar saya  selepas mengenang kebiasaan E.

"Untuk komposter ya, Ma"