(Jangan) Menggegas

by - 5:42:00 PM

Bismillah...

Dulu saat A berusia 5 tahun dan belum bisa membaca, aku dan pak Su santai saja meskipun ada banyak teman seusianya yang sudah lancar membaca. Pengalaman menjadi guru sekolah dasar dan mengajar kelas 1 membuat kami melihat beberapa murid dengan keistimewaannya masing-masing.  Sebagian lancar membaca di usia yang sangat dini, namun ia tak mengerti apa yang dibacanya. Sebagian terbata hingga harus dibacakan saat mengerjakan soal-soal di akhir semester. Tak sedikit pula yang memang di atas rata-rata dalam hal kemampuan membaca dan menalar apa yang dibacanya. Akan tetapi satu hal yang sama-sama kami yakini kala itu, mereka semua cerdas. 

Menginjak usia 6 tahun, A mulai menunjukkan ketertarikan pada buku dalam arti ingin membaca sendiri. Aku mulai agak sedikit keras, hal yang di tahun setelahnya sangat-sangat kusesali karena A pernah berada pada fase kehilangan minat baca. Cara yang kelewat menggegas sepertinya menjadi penyebab hal ini terjadi. Saat itu aku sangat khawatir ia tertinggal jauh dari teman-temannya. Semua teori menguap entah kemana. A akhirnya lancar membaca, suka membaca, namun sempat kehilangan minat baca beberapa saat lamanya. Satu catatanku saat itu, jangan menggegas. Bersyukur kini ia kembali menikmati keguatan membaca.

Saat ini, bertahun setelah A, giliran E yang mulai belajar membaca. Jika dulu aku masih bisa merasa tenang soal usia A meskipun sempat digegas pada akhirnya. Namun dengan E benar-benar berbeda. Kenapa? Karena sudah ada A sebagai standar yang kubuat sendiri. Halus dan hampir tak terasa, perasaan bahwa E pun seharusnya bisa seperti A. Aku jadi sering menatap E dan berpikir.. dulu di usia sekian, A sudah bisa ini, sudah mahir itu, kenapa E belum bisa? Tidak terucap di hadapan E namun menjadi bahan diskusi serius antara aku dan pak Su. Berulang kali aku diingatkan agar tak memasang standar A untuk E. Berulang kali pula pak Su mengingatkan agar tak menggegas E. Mereka dua orang yang berbeda. Akan tetapi rupanya butuh kesadaran penuh untuk melakukan hal tersebut hingga akhirnya aku benar-benar bisa memperlakukan mereka sebagai dua orang dengan keunikan serta kemampuan yang berbeda.

Anehnya, saat ekspektasi mulai kuajak berdamai, E justru melesat menyusul semua yang kuanggap ketertinggalan dari A pada usianya dulu. Lagi-lagi soal membaca, jika A butuh waktu beberapa bulan untuk lancar, E hanya butuh waktu setengahnya ternyata. Ia bahkan lebih kutu buku lagi. Pagi sebelum mandi ia akan membaca, setelah mandi kembali membaca, sebelum makan membaca. MasyaAllah tabarakallah...

Kini, aku justru kerap tergagap mendapat pertanyaan-pertanyaan dadakan dari E setelah ia menyelesaikan satu bacaan. Tak jarang dihiasi tawa A karena ia sama seperti E, sudah mengetahui jawaban dari pertanyaan tersebut. Alhamdulillah...

You May Also Like

0 komentar

Terimakasih sudah berkunjung, silahkan tinggalkan komentar positifnya ya...

Today's Quote

"Enjoy the little things in life, for one day you may look back and realize they were the big things"