Satu pekan terakhir A sedang sangat bersemangat berkegiatan di dapur. Ia betah berlama-lama membaca buku resep cemilan miliknya hanya untuk memutuskan akan membuat cemilan apa setiap hari nya. Meskipun tentu saja tak setiap hari rencana membuat cemilan ini terlaksana. Saya mencatat jadwal memasak A adalah dua hari sekali. Bermodalkan resep-resep sederhana yang dibacanya, A merasa percaya diri saat menyajikan hasil utak-atik dapur ala dirinya kepada Ayah. Ayah yang disuguhkan makanan hasil belajar anak gadisnya tentu saja tak segan berucap enak, disertai intonasi yang cukup untuk membuat A melambung karena rasa bangga.

Misi saya melatih kecerdasan finansial A dan E di level delapan ini mengingatkan kembali tentang rencana kegiatan untuk A dan E. Lalu saya sadar bahwa dari kegiatannya memasak cemilan berapa hari ini, saya bisa menguatkan poin yang ingn saya latih pada A. Saya kemudian meminta A menyediakan pensil dan kertas. Saat A bertanya untuk apa, saya jelaskan bahwa ada tugas kecil untuknya. Tugas kecil ini kemudian saya jelaskan lebih detail, A saya minta menanyakan semua harga dari bahan makanan yang ia beli bersama ayahnya untuk membuat cemilan hari ini.

Selesai dengan tugas kecilnya, A kembali menghampiri saya. 

A hanya mengangguk. Penjelasan berlanjut dengan mengatakan pada A bahwa untuk mendapatkan bahan-bahan cemilan ini dari warung, harus ada sejumlah uang yang dikeluarkan. Menguatkan konsep uang sebagai alat tukar saya anggap cukup dulu untuk hari ini.

Lain lagi cerita E, siang ini ayah sempat bermain dengan E. Namun tak lama ayah beranjak ke arah rak buku. Setelah menemukan buku yang dicarinya, Ayah ternyata ingin membacakan buku untuk E. Buku yang dipilih ternyata menceritakan tentang para Salafus Sholih yang berdagang. Belum sempat menuntaskan kalimat pertama, E sudah berlari. Misi mengenalkan konsep rezeki melalui kisah teladan belum berhasil kali ini. Tak apa, mari coba lagi esok ya E.