Game Level 10 day 1: Membangun Karakter Anak Melalui Dongeng
Bismillah...
Semakin menantang dan tentu saja membutuhkan usaha lebih,
kira-kira seperti itulah bayangan saya ketika mengikuti diskusi materi serta
game yang harus kami jalani dilevel sepuluh ini. Benar saja, karena
tantangannya kali ini adalah mendongeng, yang meskipun dibekali beberapa referensi
dongeng dari para pendongeng yang keren-keren, tetap saja ada catatan bahwa
kami para ibu lah yang dianjurkan dengan sangat untuk membuat dongeng sendiri
lalu menuturkannya pada para pendengar cilik yang ada di rumah. Saya yang
sempat berpikir bahwa tantangan di level sebelumnya sudah cukup “wah” ternyata salah, hehe...
Hari pertama dan kedua dari tenggat waktu yang diberikan
saya masih berkutat dengan pikiran sendiri tentang dongeng apa yang akan saya
sampaikan pada A dan E. Mengingat bahwa ini bukan sekedar bertutur, namun ada
karakter yang hendak ditanamkan dari kisah yang akan mereka dengar nantinya.
Selain memikirkan alur cerita, tokoh dan hal-hal yang bersifat teknis, saya
juga membaca buku sebagai referensi sekaligus untuk menguatkan niat saya yang
hampir-hampir tak pernah mendongeng untuk A maupun E. Ya, saya lebih suka
membacakan buku cerita dengan dibumbui intonasi suara yang berbeda untuk setiap
tokoh yang digambarkan di dalamnya. Dengan cara seperti ini pun sudah sangat
hidup, pikir saya selama ini. Setelah dipikir-pikir, mungkin ini karena rasa
malas saya untuk keluar dari comfort zone dan saya tertawa miris dalam hati...
Tadinya saya berencana membuat list atau daftar karakter
serta nilai-nilai yang ingin kami (saya menggunakan pilihan kata “kami” setelah
berdiskusi dengan suami tentang apa yang akan kami angkat sebagai topik dongeng
selama dua pekan mendatang) prioritaskan. Namun di hari pertama memulai
tantangan saya justru mendongeng secara spontan ketika mendapati E menunda
memakai baju setelah mandi.
Mulailah saya dengan cerita si burung kecil yang kedinginan
karena awalnya ia merasa terlalu berat jika harus terbang sambil membawa
bulu-bulu dibadannya. Selanjutnya si burung
kecil meminta ayam sahabatnya untuk memotong semua bulu di badannya. Tahukah apa
yang terjadi selanjutnya? Saya sengaja memberi jeda agar E penasaran sebelum
akhirnya melanjutkan cerita bahwa si burung kecil ternyata menjadi kedinginan
dan justru tak sanggup terbang. Selain itu ia juga merasa malu karena semua
hewan memandang aneh dan tak mengenalinya lagi setelah ia kehilangan bulu-bulunya.
Saya menutup cerita dengan menghubungkannya dengan E yang menunda memakai baju. Jika burung kecil
tersebut akan kedinginan tanpa bulu-bulunya, E juga demikian. Selain itu ada
aurat yang tak boleh terlihat orang lain sehingga harus ditutup dengan baju. Hasilnya,
E memang bersegera memakai baju setelah itu.
Ffffiuuhhh.... dongeng dihari pertama selesai meskipun saya
sendiri masih gamang melakukannya. Semoga hari berikutnya saya lebih percaya
diri saat harus mendongeng lagi untuk A dan E. Aamiin...
0 komentar
Terimakasih sudah berkunjung, silahkan tinggalkan komentar positifnya ya...