Game Level 3 Day 9: Mama Peluk...
Bismillah...
Hari kesembilan tantangan sepuluh hari game level tiga di
kelas bunda sayang dan hari kedua project “ayo pilih” kami bersama E. Hari kedua
ini kami sedikit disibukkan dengan persiapan ke perpustakaan untuk
mengembalikan beberapa buku yang kami pinjam, lalu dilanjutkan dengan ikut
mengantar salah satu keluarga yang akan berangkat ke pulau seberang untuk
menuntut ilmu. A dan E tampak bersemangat karena akan ikut mengantar ke
bandara. Ikut mengantar ke bandara entah mengapa selalu jadi hal yang
menyenangkan bagi mereka berdua.
Saat berada di bandara semua berjalan normal. Ada sesi foto,
dilanjutkan bersalaman dengan keluarga yang akan segera berpamitan, lengkap
dengan derai air mata karena kesedihan sekaligus kebahagiaan. A dan E seperti
biasa sangat senang bermain dengan beberapa sepupu yang ikut mengantar, hingga
tiba-tiba terdengar suara tangis E. Saya yang bejarak setengah meter dari E segera menoleh dan betapa terkejutnya
saat mendapati sebelah kaki E terjepit di sela-sela kursi besi yang biasa ada
di ruang tunggu. Melihat ekspresi E yang berusaha menarik kakinya saya tahu
bahwa ia menahan sakit yang teramat sangat. Semua berusaha mengeluarkan kaki E
namun belum berhasil. Berbagai pikiran buruk bergantian melintas di benak saya
saat menyaksikan semua usaha belum juga berhasil ditambah tangisan E yang
terdengar lebih menyayat hati daripada biasanya. Di tengah kepanikan kami semua
seorang bapak yang tadinya duduk di kursi sebelah E menyarankan agar E harus
ditenangkan dulu dan tidak banyak bergerak. Saya tersadar bahwa sayalah yang
terlebih dulu harus tenang. Berikutnya saya peluk E sambil berbisik...
“E mama peluk ya...”
“Sakit ma..”
“Iya, mama tau pasti kaki E sakit.. sekarang E tenang dulu ya... kita keluarin kaki E dari sini”
“Kalau E tarik-tarik, kakinya tambah sakit. Kalau E tenang, kita bisa keluarin kakinya.”
E masih menangis namun sudah berhenti berusaha menarik
kakinya. Dan ini cukup membantu karena rasa panik semua orang yang melihatnya
bisa dipastikan sedikit berkurang. Saat panik bisa diatasi setidaknya kami bisa
berpikir jernih bagaimana cara mengeluarkan kaki E.
Benar saja, kaki E hanya perlu ditarik pelan-pelan secara
horizontal mengikuti jalur jarak antara kursi tersebut agar bisa lepas dari
sana.
Bersyukur semua orang yang berada di dekat kami berusaha
membantu sehingga mengurangi setidaknya sedikit saja rasa panik saya dan yang
lain. Saya yang heran bagaimana caranya kaki E bisa masuk ke sela kursi terebut
bertanya dan ternyata E yang sedang makan Roti hanya duduk-duduk dengan posisi
kaki berada di antara kursi. Kakinya yang kecil tentu saja muat jika masuk
kedalam sela-sela kursi tersebut. Namun saat E ingin mengeluarkan kakinya ia
berusaha menarik kakinya ke atas yang tentu saja tidak akan berhasil karena ukuran lutut
nya tidak cukup kecul untuk melewati sela kursi besi tersebut. Saat itulah ia menangis dan
orang-orang yang melihatnya mulai panik.
Kejadian ini mengingatkan saya tentang memiliih. Perasaan saya
sebagai ibu begitu terluka melihat tangisan E, bersyukur ada yang mengingatkan
untuk tetap tenang dan saya memiilh untuk mengikuti sarannya. Ketenangan saat
menghadapi situasi sulit setidaknya bisa mengurangi kadar panik dan menjaga
kewarasan saya. Hal berikutnya adalah betapa seorang ibu terkadang benar-benar
dituntut seperti cctv bagi anaknya, namun tentu saja hal itu tidak mungkin
dilakukan. Menilik kejadian hari ini bahwa saya duduk didekat E, tidak sedang
sibuk memegang gadget, tidak pula sedang sibuk dengan hal lainnya namun
kejadian ini tetap terjadi. Keyakinan saya
sebagai muslim mengingatkan bahwa sebaik-baik penjaga adalah Allah SWT. Terakhir
saya berdoa sambil memeluk E yang tak mau lepas dari saya setelah kakinya tak
lagi terjepit.
“Ya Allah Engkau sebaik-baik penjaga, jagalah kami, dan anak-anak kami dengan sebaik-baik penjagaanMu, di dunia ini hingga akhirat nanti. Aamiin...”
1 komentar
Thanks for sharing..
ReplyDeleteKunjungi juga http://bit.ly/2X0X5bZ
Terimakasih sudah berkunjung, silahkan tinggalkan komentar positifnya ya...