Bismillah...
Pict: Pixabay |
Pagi hari di akhir pekan kali ini A dan E memilih
beraktivitas didalam rumah. Sesekali E mengikuti saya ke halaman samping rumah
kami saat saya harus menjemur pakaian.
Bermain sepeda menjadi pilihannya saat berada di luar rumah. Lelah bermain
sepeda E kembali masuk dan bergabung
bersama A yang sedang menonton TV. Terkadang mereka berlarian karena sedang
bermain kejar-kejaran, detik berikutnya saya mendengar mereka sedang
berpura-pura menjadi penjual dan pembeli yang sedang bertransaksi.
Lama-lama saya mendengar suara TV di satu ruangan, dan suara
A serta E di ruangan yang lain. Asyik bermain bersama. Sambil berjalan
terkadang saya mengintip jarum jam bunyi detaknya hmpir tak dapat saya dengar karena
kalah oleh suara A dan E yang sedang bermain. Pukul sebelas lima puluh lima
menit, menjelang waktu zhuhur. Suara TV masih terdengar meski tak ada yang
menontonnya lagi. Saya mengingatkan A soal kesepakatan kami bahwa setiap
menjelang adzan maka TV harus segera dimatikan. Rupanya dilayar TV sendiri
sudah muncul timer bahwa tiga menit lagi Tv akan mati dengan sendirinya. Belum sempat
A mematikan TV ternyata benda ini sudah mati dengan sendirinya.
Project “Ayo Pilih” yang kami jalani bersama E ternyata baru
dimulai saat TV mati dengan sendirinya. E berkeras ingin menyalakan TV agar
bisa mematikannya kembali. Agaknya ia ingin memencet tombol power dan melihat
gambar di TV menghilang saat dimatikan. Lalu saya mencoba memiilih kalimat yang
tepat untuk menjelaskan pada E.
“E, TV nya sudah mati...”
“Tapi E mau matiin Tvnya, Ma...”
“iya, nanti ya... kalau kapan-kapan kita nyalain TV lagi E boleh kok matiin Tvnya”
“Mau nyalain ma, mau matiin sekarang...”
“Hmmm... E TV nya tadi sudah mati, artinya sudah cukup nyalainnya. Kalau disuruh nyala terus di matiin lagi, lama-lama TV nya bisa rusak.”
“Ga mau ma... E mau nyalain E mau matiin TV nya”
“Kalau E nyalain trus matiin lagi, lama-lama TV nya rusak... mau? Entah teori ini benar atau salah saya juga tak terlalu mengerti.
“Ga ma..”
“Berarti mau nyalain trus matiin lagi atau mau nanti aja matiinnya?”
E diam seperti mencerna kalimat saya barusan
“Supaya TV nya ga rusak sayang...”
“Ya udah nanti aja ma...”
“Oke...!”
Percakapan ditutup dengan E yang masih sedikit merengut
karena tak bisa mematikan TV. Namun wajah merengutnya tak bertahan lama karena
setelah itu kami harus bersiap menunggu ayah menjemput dan mengajak
kami ikut acara bersama teman kerjanya.