Kisah Mencuci Loofah
Bismillah…
Suatu ketika aku sedang duduk memangku baby I. A yang baru saja selesai mandi menghampiriku sambil berjingkat pelan. Ia ingin menyampaikan sesuatu biasanya jika bersikap seperti ini. Aku tak segera bertanya karena sengaja menunggu A memulai bicara.
"Ma, jangan marah ya!" Setengah berbisik ia meminta.
"Marah kenapa?" Tanyaku sambil mengelus tangan baby I.
"Tadi A mau bersihin loofah, jadi A masukin ke dalam mesin cuci", imbuhnya lagi.
"Terus?" Aku masih belum menangkap arah pembicaraannya.
"Loofahnya sudah bersih…" Ia menjeda sejenak.
"Tapi air di mesin cuci jadi kotor banget, terus jadinya A buang deh airnya. Maaf ya ma…"
"Ooh.. iya ga apa-apa!" Ujarku santai
"Tapi airnya tolong diganti sama yang baru ya, mama mau nyuci baju dede I"
"Udah ma, sekarang airnya udah diganti sama yang bersih.
Adegan berikutnya A beranjak meninggalkanku dan baby I sambil tersenyum. Tak ada drama marah-marah dan aku bersyukur tak terlalu reaktif pada pengakuan A yang baru saja mencuci sebuah loofah memakai mesin cuci yang terisi penuh dengan air. Sudah menjadi kesepakatan bersama di rumah kami, bahwa tak ada ruang marah untuk mereka yang berlaku jujur. Ini sebagai sarana dan usaha melatih kejujuran agar melekat dalam kehidupan sehari-hari. Sebenarnya aku terkejut saat ia mengaku membuang air bekas mencuci loofah tersebut. Aku menebak air yang dibuangnya tak sekotor yang ia gambarkan karena loofah yang dicuci hanya satu buah saja. Aku lalu mencoba trik tarik napas agar tak marah perkara air yang sudah terlanjur dibuang tadi, dan berhasil.
Malam harinya saat mengantar E tertidur, lagi-lagi aku harus mendengar pengakuan jujur. Kali ini tentang dedel - alat pembongkar benang jahitan - milikku yang tak sengaja dipatahkan oleh E. Ia mencoba menjadikan dedel sebagai alat bantu untuk mengeluarkan sesuatu dari lubang yang kecil dan hasilnya benda yang ingin dikeluarkan tetap ditempat namun dedel jadi patah.
"Maafin E ya, ma!" Permintaan maaf kedua yang kudengar hari ini.
"Iya ga apa-apa, lain kali boleh minta bantuan kalo E kesulitan. Atau tanya ayah dan mama peralatan yang mana yang bisa dan boleh dipakai"
"Iya, ma!" Aku melihat ekspresi lega di wajah polosnya.
A dan E merasa melakukan kesalahan yang menurut mereka akan membuatku marah. Poin pentingnya adalah mereka berusaha serta belajar mengakui kesalahan tersebut dan meminta maaf. Sedangkan aku juga sama seperti mereka. Aku juga belajar. Belajar tenang dan memaafkan serta tak buru-buru menghakimi hingga merasa perlu menasehati mereka panjang lebar. Alhamdulillah.
0 komentar
Terimakasih sudah berkunjung, silahkan tinggalkan komentar positifnya ya...