Game Level 9 Day 1: Be Creative
Bismillah...
Menjadi orangtua kreatif agar bisa mengasah daya kreatifitas anak, yak itulah tantangan kami para mahasiswi kelas Bunda Sayang batch lima di level kesembilan ini. Jujur saja saya sedikit terlambat memulai tantangan kali ini, beberapa hal menjadi alasan untuk itu. Jika teman-teman di kelas sudah ada yang memasuki hari kesepuluh atau mungkin kesebelas, saya justru baru menjejak hari pertama. But it’s okay, mari hapus kata terlambat dalam hal menuntut ilmu.
Untuk memulai tantangan ini saya membaca materi
berulang-ulang dan menggaris bawahi salah satu quote dikelas. Setiap
anak terlahir kreatif, maka kitalah sebagai orangtua yang harus memantaskan
diri agar layak mendapatkan anak-anak yang kreatif. Berangkat dari quote
ini saya kemudian mengingat masa wisuda sebagai mahasiswa matrikulasi setahun
yang lalu. Qodarullah, kala itu saya beruntung mendapatkan kesempatan menjadi
moderator pada sesi seminar yang diisi langsung oleh Bu Septi dan Pak Dodik.
Saat itu menakjubkan sekali rasanya mendengarkan kisah Bu Septi ketika
membersamai Enes yang begitu antusias dengan hewan yang bernama sapi. Bagaimana
beliau berdua mendampingi proses kreatif Enes hingga mengantarkan putri
keduanya tersebut ke tempat-tempat yang dirasa akan mendukung proses kreatif
soal Sapi ini. Singkat cerita Enes bahkan berhasil mendapatkan penghargaan,
lagi-lagi dari antusiasmenya soal sapi, Wow sekali bukan?
Kembali ke rumah, dihari pertama ini kami kedatangan
beberapa tamu cilik yang ingin mengisi liburan bersama A dan E. Pilihan
kegiatan mereka ternyata adalah memanah. Disinilah kemudian Ayah dituntut untuk
kreatif. Set panahan yang kami miliki tidak dilengkapi dengan target panahan
yang seharusnya ada. Lalu berbekal styrofoam bekas, whiteboard (yang juga
bekas) ayah berkreasi membuat target panahan agar kegiatan memanah bisa
terlaksana.
Hari beranjak siang, namun para krucil belum juga mau
mengakhiri kegiatan outdoor mereka. Berulang kali dipanggil namun hasilnya
nihil. Sesekali mereka masuk ke rumah, beberapa menit berikutnya sudah kembali
berlari keluar. Kali ini saya yang
dituntut kreatif, memanggil mereka agar masuk dan betah berada didalam rumah
tanpa terpapar gawai atau televisi. Maka ide yang muncul adalah menyediakan
media belajar sekaligus bermain untuk mereka. Masalahnya adalah saya sedang di
dapur menyiapkan menu makan siang. Lalu saya menghentikan sejenak kegiatan di
dapur, mengambil laptop dan mencetak beberapa gambar untuk diwarnai. Bagi anak-anak
yang sudah agak besar saya mencetak beberapa lembar tugas yang berisi teka-teki
silang hingga kuis matematika untuk mereka kerjakan. Dan sesuai harapan,
akhirnya mereka betah di dalam rumah tanpa meminta interaksi dengan gawai dan
televisi. Meskipun sebenarnya televisi di rumah kami tak lagi memiliki satupun siaran
untuk ditonton. Sementara saya, melanjutkan memasak dengan tenang.
0 komentar
Terimakasih sudah berkunjung, silahkan tinggalkan komentar positifnya ya...