Suatu Ketika (1)
Suatu ketika, sekolah kami -entah untuk keperluan apa- diminta oleh sebuah i ***** agar mengirimkan satu orang anak yang dianggap paling nakal untuk mengikuti bimbingan khusus di i***** tersebut.
Santai saja perwakilan i******* tersebut menyebutkan kata “anak yang paling nakal”. Deg. Baru mendengar saja tubuhku langsung merasa tersengat aliran listrik ribuan volt. Kerling pertanyaan menari-nari layaknya bintang, berputar-putar tepat di atas kepalaku, mirip di film kartun donal bebek saat ia baru menabrak sesuatu yang berat.
Aku memang bukan psikolog, apalagi psikolog anak. Tak banyak memang yang kuketahui seputar ilmunya para psikolog, tapi rasanya jahat sekali memberikan label “paling nakal” pada seorang anak, seberapapun aktifnya ia, seberapapun seringnya ia berlarian, seberapapun cengengesan-nya ia, dan seberapapun seberapapun yang lainnya (seberapapun? Bener ga sih bahasanya? ^_^).
Lalu ada lagi Tanya yang muncul, apa sih tolak ukurnya ketika seseorang merasa berhak memberikan label nakal pada anak???? Terutama anak di bawah sepuluh tahun.
Tidakkah label yang sering disematkan kepada seorang anak lama-kelamaan akan menjadi seperti doa yang terkabul? Wah ngeri sekali kalau seperti itu kan?
Tapi sayangnya... dengan bisikan dari dalam hati bahwa aku tidak punya ilmunya tadi, maka protes keras yang semula meletup-letup akhirnya kubiarkan tertelan angin. Kepada Kepala Sekolah kami ku uraikan saja alasanku yang sederhana tentang ketidaksetujuan terhadap permintaan i****** tersebut.
0 komentar
Terimakasih sudah berkunjung, silahkan tinggalkan komentar positifnya ya...