ADAB MENUNTUT ILMU
Bismillah...
Adab menuntut ilmu, kalimat ini
seperti menjadi trending topik dalam pikiranku seminggu belakangan. Kenapa? Ya,
betul sekali. Karena inilah materi pertama kami para peserta di kelas
matrikulasi Institut Ibu Profesional yang sedang kuikuti.
Tapi ada hal lain yang membuat
kalimat ini terus saja terngiang di kepalaku. Apa lagi? Untuk yang sudah pernah
ikut matrikulasi ini mungkin akan senyum-senyum sendiri karena sudah bisa
menebak. Dan tebakannya benar, karena setelah mendapat materi ini ternyata
tidak berhenti sampai disitu saja, ada tugas yang menanti. Serangkaian
pertanyaan yang menunggu jawaban harus diselesaikan dan dikumpulkan kepada
fasilitator yang mendampingi kami selama proses belajar ini. Lalu apa lagi?
Hmm, hal berikutnya yang terjadi adalah aku yang maju-mundur cantik saat
mengerjakannya, tugas yang sekilas terlihat hanya berupa beberapa pertanyaan
ini rupanya menuntut berpikir lebih dalam untuk bisa menjawabnya. Belum lagi
urusan teknis lainnya. Waah pokoknya kalau dicari alasan, aku akan banyak
menemukan begitu banyak alasan untuk untuk maju-mundur cantik tadi, hihi...
Tapi seketika jadi teringat salah satu poin yang ditekankan dalam materi yang
satu ini adalah bergegas. Jadi mari selesaikan tugas ini agar ilmu yang
didapat semakin barokah.
Pertanyaan pertama, tentukan satu
jurusan ilmu yang akan anda tekuni di universitas kehidupan ini. Jujur saja
saat membaca pertanyaan ini aku malah berpikir mau belajar apa lagi, sambil
mengingat tumpukan kegiatanku mulai dari yang remeh hingga yang menyita waktu.
Tapi jenak berikutnya aku mengajak diriku berpikir ulang, apa sebenarnya yang
ingin ku raih dengan ikut matrikulasi ini? Kenapa mau berebutan daftar menjadi
salah satu dari seribu enam ratus orang yang diterima dari sekian banyak yang
daftar? Ya, jawaban sederhana lalu menari-nari di dalam hatiku, aku hanya ingin
menekuni profesiku saat ini, profesi sebagai ibu bagi anak-anakku, dan istri
bagi suamiku dengan sepenuh hati.
Jadi inilah yang akan kutekuni, menjadi
ibu terbaik bagi anak-anakku. Bismillah...
Pertanyaan berikutnya yang cukup
untuk membuat dahi berkerut. Alasan terkuat apa yang anda miliki sehingga ingin
menekuni ilmu tersebut. Ada banyak alasan tentunya yang membuat ku ingin
menekuni jurusan yang telah kupilih sebelumnya. Tapi alasan terkuat adalah
perintah Allah dalam Al Quran. Ya, bahwa Allah telah memerintahkan agar tidak
meniggalkan generasi yang lemah.
وَلْيَخْشَ
الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ
فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا [٤:٩]
Dan hendaklah takut kepada
Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang
lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu
hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan
perkataan yang benar.
Lalu dalam hadits , Rasul SAW pun
mengingatkan bahwa doa anak sholih-sholihah menjadi salah satu dari tiga hal
yang akan dibawa mati oleh seorang muslim.
Agar aku menjadi madrasah pertama,
yang terbaik bagi anak-anakku. Karena anak-anakku berhak mendapat didikan
terbaik dari ibunya, yaitu aku. Karena anak-anakku adalah amanah yang akan
dimintai pertanggung jawaban tentangnya. Inilah alasanku ingin menekuni jurusan
yang telah kupilih tadi.
Pertanyaan selanjutnya, Bagaimana strategi menuntut ilmu yang akan anda rencanakan di bidang tersebut?
Jujur saja selama ini aku merasa
masih sangat kurang dalam hal merencanakan pendidikan anak-anakku. Buku-buku parenting
yang kubaca, artikel-artikel yang berseliweran di media sosial, pengajian rutin
yang kuikuti sebenarnya tak kurang menyemangati untuk melakukan yang terbaik
dalam mendidik anak-anakku, menjaga fitrah mereka yang telah diamanahkan pada
kami – aku dan suamiku.
Hanya saja dalam hal strategi aku
merasa masih perlu belajar lagi, salah satunya dengan mengikuti matrikulasi di
Institut Ibu Profesional ini. Agar aku lebih teratur, terutama dalam hal
manajemen waktu.
Ya, baru beberapa pekan bergabung
dalam kelas matrikulasi saja aku sudah dituntut mengatur waktu, dimulai dari
mengatur waktu berselancar bersama gawai alias gadget, hingga mengatur waktu
agar lebih disiplin dengan tugas-tugas yang diberikan.
Last but not least, Berkaitan dengan adab menuntut ilmu,perubahan sikap apa saja yang anda perbaiki dalam proses mencari ilmu tersebut. Pertanyaan yang membutuhkan kejujuran untuk menjawabnya. Karena jika tidak, mungkin aku akan menulis bahwa aku sudah memenuhi semua adab dalam menuntut ilmu ini, hehe.
Last but not least, Berkaitan dengan adab menuntut ilmu,perubahan sikap apa saja yang anda perbaiki dalam proses mencari ilmu tersebut. Pertanyaan yang membutuhkan kejujuran untuk menjawabnya. Karena jika tidak, mungkin aku akan menulis bahwa aku sudah memenuhi semua adab dalam menuntut ilmu ini, hehe.
Jadi, apa yang ingin ku perbaiki?
Pertama tentu saja seperti poin
penting dalam materi adab itu sendiri
Aku ingin lebih Ikhlas agar ilmu yang kupelajari tidak
terhalang untuk masuk kedalam hatiku, sesuai dengan pepatah “ilmu itu adalah
cahaya, dan cahaya tidak turun kepada orang yang bermaksiat”
Berikutnya apalagi yang ingn
kuperbaiki? Waktu, ya, waktu. Aku ingin menjadi orang yang pertama dan bergegas
dalam menuntut ilmu. Dan itu itu tidak akan bisa dilakukan jika aku tidak
memperbaiki manajemen waktuku.
Menghindari sikap yang “merasa’ sudah lebih tahu dan lebih paham, ketika suatu ilmu sedang disampaikan. Ini adalah hal selanjutnya yang harus diperbaiki. Tak bisa dipungkiri dengan kemudahan akses informasi seperti saat ini, ilmu bertebaran dimana-mana. Siapapun yang sering membaca akan dengan mudah menemukannya. Namun terkadang kemudahan ini membuat diri menjadi merasa sudah lebih tahu.
Sikap yang ingin kuperbaiki berikutnya yaitu, Menuntaskan sebuah ilmu yang sedang dipelajari dengan cara mengulang-ulang, membuat catatan penting, menuliskannya kembali dan bersabar sampai semua runtutan ilmu tersebut selesai disampaikan sesuai tahapan yang disepakati bersama. Lagi-lagi dengan kemudahan teknologi saat ini terkadang merasa cukup dengan hanya menekan tombol save atau copy paste. Padahal sejatinya salah satu cara mengikat ilmu adalah dengan menuliskannya kembali. Semoga konsisten dengan hal yang satu ini, aamiin.
Nah poin berikutnya juga tak kalah penting bagiku, dan ini salah satu dari sekian banyak yang membuat ku menunda-nunda mengerjakan tugasku pekan ini. Karena aku sangat khawatir tugas yang kukerjakan masih setengah-setengah. Namun kekhawatiran tersebut justru menjadikanku tertunda mengerjakannya. Tepok jidat dulu. Jadi mulai saat ini aku berkomitmen akan bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugas yang diberikan setelah ilmu disampaikan. Karena sejatinya tugas itu adalah untuk mengikat sebuah ilmu agar mudah untuk diamalkan. Aamiin.
Menghindari sikap yang “merasa’ sudah lebih tahu dan lebih paham, ketika suatu ilmu sedang disampaikan. Ini adalah hal selanjutnya yang harus diperbaiki. Tak bisa dipungkiri dengan kemudahan akses informasi seperti saat ini, ilmu bertebaran dimana-mana. Siapapun yang sering membaca akan dengan mudah menemukannya. Namun terkadang kemudahan ini membuat diri menjadi merasa sudah lebih tahu.
Sikap yang ingin kuperbaiki berikutnya yaitu, Menuntaskan sebuah ilmu yang sedang dipelajari dengan cara mengulang-ulang, membuat catatan penting, menuliskannya kembali dan bersabar sampai semua runtutan ilmu tersebut selesai disampaikan sesuai tahapan yang disepakati bersama. Lagi-lagi dengan kemudahan teknologi saat ini terkadang merasa cukup dengan hanya menekan tombol save atau copy paste. Padahal sejatinya salah satu cara mengikat ilmu adalah dengan menuliskannya kembali. Semoga konsisten dengan hal yang satu ini, aamiin.
Nah poin berikutnya juga tak kalah penting bagiku, dan ini salah satu dari sekian banyak yang membuat ku menunda-nunda mengerjakan tugasku pekan ini. Karena aku sangat khawatir tugas yang kukerjakan masih setengah-setengah. Namun kekhawatiran tersebut justru menjadikanku tertunda mengerjakannya. Tepok jidat dulu. Jadi mulai saat ini aku berkomitmen akan bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugas yang diberikan setelah ilmu disampaikan. Karena sejatinya tugas itu adalah untuk mengikat sebuah ilmu agar mudah untuk diamalkan. Aamiin.